Pasca Tragadi Uhud
Assalamu`alaikum.wr.wb
teman-teman disini saya akan menampilkan artikel tentang pasca tragadi Uhud saya mengambil referensinya dari kitab Surujudholami atau pada terjemahnya yaitu buku yang berjudul Lentera yang diterbitkan oleh tim tamatan ponpes lerboyo Kediri.
Fatimah, putri Rasululullah, segera membersihkan pedang
ayahnya. Membiarkan nabi memasuki rumah untuk istirahat. Beberapa sahabat ada
yang menghabiskan malam itu di masjid ada pula yang kembali ke perkampungan
masing-msing untuk merawat luka. Sebelum subuh, Abdullah ibn Amr al Muzani
mendatangi rumah baginda Nabi. Abdullah memberikan informasi penting terkait
dengan pasukan Quraisy. Semalam, waktu menginap di rumah saudaranya di Malal,
dia mendegar perselisihan penduduk Tanah suci yang sedng menuju Mekah itu.
Sebagian dari mereka ada yang memprotes Abu Sufyan.
“kenapa kalian tidak menindak
pasukan Muslim yang telah lemah itu”, kata mereka “saat ini tentu pemuka-pemuka
mereka telah kembali ke kaumnya masing-masing untuk menyusun kegiatan baru.
Mari kita kembali dan kita tumpas penduduk Madinah”.
“janagan lakukan itu ,” cegah
Abu Sufyan “saat ini kaum muslim sedang dalam puncak kemarahannya.
Jangan-jangan kaum khazraj yang kemarin tidak ikut berperang telah bersatu dan
membentuk kekuatan baru. Sudahlah kita kembali saja ke Mekah karena kita telah
meraih kemenangan. Seandainya tetap memaksa untuk kembali maka aku tidak berani
menjamin kalian mampu menandingi mereka”.
Menjelang fajar, suara Bilal telah membelah langi Madinah
mengumandangkan Adhan subuh. Setelah shalat subuh, Bilal diperintahkan agar
mengumumkan bahwa pagi itu mereka harus kembali mengangkat senjata, menghalau
nusuh yang sangat mungkin sekali akan melancarkan serangan kejutan. Dalam misi
ini, yang diber izin untuk bergabung hanyalah mereka yang terlibat perang uhud.
Tiga orang diberangkatkan lebih awal. Mereka diberi tugas untuk memantau rute
di depan yang akan dilalui pasukan
Muslim.
Tatkala mendengar perintah itu, beberapa orang kepala suku
yang belum kembali kekampungnya segera memacu kudanya. Memberi tahu anak
buahnya bahwa Nabi Muhammad memerintahkan agar mereka bersiap-siap dengan senjata
perangnya lagi. Usaid yang saat itu tengah merawat lukanya, begitu mendengar
perintah tersebut dari Sa`ad ibn Mu`ad langsung berdiri. Menyahut senjata dan
berseru “kami mendengar dan kami taat pada Allah dan Rasulnya”
Pasukan berkumpul di tempat yang telah ditentukan. Berjajar
rapi kendati tubuh mereka penuh luka, namun dari wajah mujahid itu kekuatan
tekad yang begitu kuat melampaui tubuh mereka sendiri. Dari seluruh pasukan
yuang ada, hanya satu tentara yang bukan veteran perang Uhud. Dialah Jabir, putra
Abdullah yang waktu itu diperintah ayahnya untuk menjaga saudara-saudaranya. Ayahnya
telah gugur di Uhud dan kini ia sangat ingin gabung denagan pasukan Rasul.”Wahai
Rasul tempo hariaku diperintah ayahku untuk tidak ikut perang dan menjaga tujuh
orang saudariku. Aku mohon, saat ini berilah aku izin untuk bergabung’’. Nabi
memberinya izin dan Jabir segera bergabung dengan pasukan muslim.
Sayyidina Ali didapuk untuk mengusung bendera perang. Seperti
biasanya, Ibnu Ummi Maktum menggantikan nabi menjadi imam sholatdi masjid
Nabawi. Dua diantara tiga utusan Nabi ditemukan meninggal di daerah tidak jauh
dari Hamro al-Asad, sementara salah satunya belum duketahui kabarnya. Di tempat
pemberhentian yang berjarak sekitar delapan mil dari madinah, mereka berhasil
menangkap Abu `Azza. Penyair Mekah yang dibebaskan karena janji tidak membantu
siapapun yang akan mencelakai Nabi. Kali ini dia mtertangkap basah telah
mengikuti perang Uhud bersama kaum Quraisy melawan warga Muslim. Zaid
diperintahkan untuk melaksanakan hukuman bagi penghianat itu. Abu `Azza meminta
agar diampuni namun baginda Nabi tidak mengabulkannya.
“Tidak”, Nabi ,menolak
permintaan Abu `Azza demi Allah. Jangan kau ingkari apa yang kau lakukan di
Mekah sana. Jika ungkau aku ampuni, niscaya engkau akan berkata pada mereka
Muhammad telah aku pecundangi dua kali”. Sungguh seorang mukmun tidak akan
pernah terlempar dua kali dengan batu yang sama. Zaid penggalah lehernya”.
Abu `Azza tidak jauh bedanya dengan Ka`ab ibn Asyrof,
yahudi yang mendalangi pembunuhan terhadap Nabi dan mengobarkan semangat
pasukan Quraisy dengan syair-syairnya. Ketajaman kata-kata dua orang penyair
ini sangat membahayakan keamanan kaum Muslimin, oleh karena itu mereka akhirnya
dijatuhi hukuman mati.
Di Hamro al-Asad, yang berjarak sekitar delapan mil dari
Madinah itu, Nabi memerintahkan mendirikan tenda. Sesuai keputusan beiau,
pasukan akan melewatkan tiga malam disitu. Disetiap malam yang melelahkan itu,
tak kurang dari lima ratus api unggun dinyalakan. Sinarnya terpencar-pencar
seolah mereka adalah pasukan besar yang tengah beristirahat. Ma`bad ibn Abi
Ma`bad, salah seorang suku khuzaah yang mempunyai hubungan baik dengan Nabi,
baru saja kembali ke Madinah untuk mengucapkan bela sungkawa atas wafatnya
pejuang Uhud. Di tengah jalan ia dicegat Abu Sufyan hendak kembali ke Madinah. Ternyata
dalam pengambilan suara, pemimpin Quraisy itu kalah dukungan, mau tidak mau ia
harus menjalankan keputusan dari suara terbanyak, kembali menyerbu Madinah.
“Muhammad telah meninggalkan Madinah
untuk memburu kalian”, kata Ma`bad “kini mereka berangkat bersama orng-orang
yang tidak sempat mengikuti perang Uhud. Kesabaran mereka telah mendidih dan
kini mereka berangkat dengan semangat yang belum pernah aku lihat selama ini”.
Kata-kata Ma`bad menciutkan nyali pasukan Quraisy. Mereka tidak bisa membayangkan kalau
yang menyalakan api unggun itu adalah pengikut-pengikut setia Nabi yang kini
telah bergolak dengan amarahnya untuk membala dendam. Tentu tentu pasukan
Madinah akan menyerang sejadi-jadinya demi menebus kekalahan mereka. Akhirnya pasukan
Quraisy menghentikan langkah untuk menyerang Madinah. Sesaat kemudian karavan
dari bani Abd ibn Qois melintas. Abu Sufyan lantas menitipkan surat pada baginda
Nabi yang isinya mereka akan menunggu di Badar tahun depan. Karavan itu
bersedia menyampaikan surat tersebut dan Abu Sufyan berjanji akan memenuhi
unta-unta mereka dengan anggur ketika tiba di Mekah.
Tiga hari sudah veteran perang uhud mendirikan tenda, kini
mereka kembali ke Madinah. Suasana madinah nampak ricuh. Orang-orang Munafiq
mulai menebar isu-isu yang sangat memojokkan sahabat-sahabat yang terjun di
perang Uhud . anak buah Ubay ibn Salul selau mengatakan, seandainya pasukan
muslim berada kembali tentu mereka tidak akan menderita kekalahan yang
memilukan itu. Hal ini membuat suasana kota terasa pengap dan rentan menimbulkan
pertikaian saudara. Sayyidina Umar memohon izin pada baginda Nabi untuk
mengusut penebar isu tersebut dan akan menghukum mereka yang terlibat di
dalamnya. Keinginan sahabat Umar tidak dizinkan oleh Nabi, terpaksa ia harus
menahan diri.
Pada jum`at pertama setelah perang Uhud, kejadian tak nyaman
mewarnai Khutbah Jum`at. Selma ini setiap Rasulullah hendak melakukan Jum`at, Ubay
ibn Salul pasti akan ada di samping beliau sambil berkata. “inilah utusan
Allah. Dengarkan kata-katanya dan taati perintahnya”. Namun Jum`at itu,
ketika ia berdiri dan hendak melakukan memulai kata-katanya, salah seorang sahabat
buru-buru menariknya dan membentak “Duduk kau musuh Alloh. Engkau tak layak
disebut seorang mukmin setelah apa yang kau lakukan kemarin itu”. Ubay ibn Salul
tersinggung, ia meninggalkan jama`ah. Di pintu Masjid, salah seorang sahabat
mencegat dan menyuruhnya minta maaf pada pada baginda Nabi. Ia menolak dan
berkata “Aku tidak akan meminta maaf padanya, sebaiknya ia yang meminta maaf
padaku”.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar