Jumat, 12 Mei 2017

  Tidak ada komentar
Pasca Tragadi Uhud

Assalamu`alaikum.wr.wb teman-teman disini saya akan menampilkan artikel tentang pasca tragadi Uhud saya mengambil referensinya dari  kitab Surujudholami atau pada terjemahnya yaitu buku yang berjudul Lentera yang diterbitkan oleh tim tamatan ponpes lerboyo Kediri.

          Fatimah, putri Rasululullah, segera membersihkan pedang ayahnya. Membiarkan nabi memasuki rumah untuk istirahat. Beberapa sahabat ada yang menghabiskan malam itu di masjid ada pula yang kembali ke perkampungan masing-msing untuk merawat luka. Sebelum subuh, Abdullah ibn Amr al Muzani mendatangi rumah baginda Nabi. Abdullah memberikan informasi penting terkait dengan pasukan Quraisy. Semalam, waktu menginap di rumah saudaranya di Malal, dia mendegar perselisihan penduduk Tanah suci yang sedng menuju Mekah itu. Sebagian dari mereka ada yang memprotes Abu Sufyan.

“kenapa kalian tidak menindak pasukan Muslim yang telah lemah itu”, kata mereka “saat ini tentu pemuka-pemuka mereka telah kembali ke kaumnya masing-masing untuk menyusun kegiatan baru. Mari kita kembali dan kita tumpas penduduk Madinah”.
“janagan lakukan itu ,” cegah Abu Sufyan “saat ini kaum muslim sedang dalam puncak kemarahannya. Jangan-jangan kaum khazraj yang kemarin tidak ikut berperang telah bersatu dan membentuk kekuatan baru. Sudahlah kita kembali saja ke Mekah karena kita telah meraih kemenangan. Seandainya tetap memaksa untuk kembali maka aku tidak berani menjamin kalian mampu menandingi mereka”.

          Menjelang fajar, suara Bilal telah membelah langi Madinah mengumandangkan Adhan subuh. Setelah shalat subuh, Bilal diperintahkan agar mengumumkan bahwa pagi itu mereka harus kembali mengangkat senjata, menghalau nusuh yang sangat mungkin sekali akan melancarkan serangan kejutan. Dalam misi ini, yang diber izin untuk bergabung hanyalah mereka yang terlibat perang uhud. Tiga orang diberangkatkan lebih awal. Mereka diberi tugas untuk memantau rute di depan  yang akan dilalui pasukan Muslim.
          Tatkala mendengar perintah itu, beberapa orang kepala suku yang belum kembali kekampungnya segera memacu kudanya. Memberi tahu anak buahnya bahwa Nabi Muhammad memerintahkan  agar mereka bersiap-siap dengan senjata perangnya lagi. Usaid yang saat itu tengah merawat lukanya, begitu mendengar perintah tersebut dari Sa`ad ibn Mu`ad langsung berdiri. Menyahut senjata dan berseru “kami mendengar dan kami taat pada Allah dan Rasulnya”

          Pasukan berkumpul di tempat yang telah ditentukan. Berjajar rapi kendati tubuh mereka penuh luka, namun dari wajah mujahid itu kekuatan tekad yang begitu kuat melampaui tubuh mereka sendiri. Dari seluruh pasukan yuang ada, hanya satu tentara yang bukan veteran perang Uhud. Dialah Jabir, putra Abdullah yang waktu itu diperintah ayahnya untuk menjaga saudara-saudaranya. Ayahnya telah gugur di Uhud dan kini ia sangat ingin gabung denagan pasukan Rasul.”Wahai Rasul tempo hariaku diperintah ayahku untuk tidak ikut perang dan menjaga tujuh orang saudariku. Aku mohon, saat ini berilah aku izin untuk bergabung’’. Nabi memberinya izin dan Jabir segera bergabung dengan pasukan muslim.

          Sayyidina Ali didapuk untuk mengusung bendera perang. Seperti biasanya, Ibnu Ummi Maktum menggantikan nabi menjadi imam sholatdi masjid Nabawi. Dua diantara tiga utusan Nabi ditemukan meninggal di daerah tidak jauh dari Hamro al-Asad, sementara salah satunya belum duketahui kabarnya. Di tempat pemberhentian yang berjarak sekitar delapan mil dari madinah, mereka berhasil menangkap Abu `Azza. Penyair Mekah yang dibebaskan karena janji tidak membantu siapapun yang akan mencelakai Nabi. Kali ini dia mtertangkap basah telah mengikuti perang Uhud bersama kaum Quraisy melawan warga Muslim. Zaid diperintahkan untuk melaksanakan hukuman bagi penghianat itu. Abu `Azza meminta agar diampuni namun baginda Nabi tidak mengabulkannya.

“Tidak”, Nabi ,menolak permintaan Abu `Azza demi Allah. Jangan kau ingkari apa yang kau lakukan di Mekah sana. Jika ungkau aku ampuni, niscaya engkau akan berkata pada mereka Muhammad telah aku pecundangi dua kali”. Sungguh seorang mukmun tidak akan pernah terlempar dua kali dengan batu yang sama. Zaid penggalah lehernya”.

          Abu `Azza tidak jauh bedanya dengan Ka`ab ibn Asyrof, yahudi yang mendalangi pembunuhan terhadap Nabi dan mengobarkan semangat pasukan Quraisy dengan syair-syairnya. Ketajaman kata-kata dua orang penyair ini sangat membahayakan keamanan kaum Muslimin, oleh karena itu mereka akhirnya dijatuhi hukuman mati.

          Di Hamro al-Asad, yang berjarak sekitar delapan mil dari Madinah itu, Nabi memerintahkan mendirikan tenda. Sesuai keputusan beiau, pasukan akan melewatkan tiga malam disitu. Disetiap malam yang melelahkan itu, tak kurang dari lima ratus api unggun dinyalakan. Sinarnya terpencar-pencar seolah mereka adalah pasukan besar yang tengah beristirahat. Ma`bad ibn Abi Ma`bad, salah seorang suku khuzaah yang mempunyai hubungan baik dengan Nabi, baru saja kembali ke Madinah untuk mengucapkan bela sungkawa atas wafatnya pejuang Uhud. Di tengah jalan ia dicegat Abu Sufyan hendak kembali ke Madinah. Ternyata dalam pengambilan suara, pemimpin Quraisy itu kalah dukungan, mau tidak mau ia harus menjalankan keputusan dari suara terbanyak, kembali menyerbu Madinah.

“Muhammad telah meninggalkan Madinah untuk memburu kalian”, kata Ma`bad “kini mereka berangkat bersama orng-orang yang tidak sempat mengikuti perang Uhud. Kesabaran mereka telah mendidih dan kini mereka berangkat dengan semangat yang belum pernah aku lihat selama ini”.

          Kata-kata Ma`bad menciutkan nyali pasukan  Quraisy. Mereka tidak bisa membayangkan kalau yang menyalakan api unggun itu adalah pengikut-pengikut setia Nabi yang kini telah bergolak dengan amarahnya untuk membala dendam. Tentu tentu pasukan Madinah akan menyerang sejadi-jadinya demi menebus kekalahan mereka. Akhirnya pasukan Quraisy menghentikan langkah untuk menyerang Madinah. Sesaat kemudian karavan dari bani Abd ibn Qois melintas. Abu Sufyan lantas menitipkan surat pada baginda Nabi yang isinya mereka akan menunggu di Badar tahun depan. Karavan itu bersedia menyampaikan surat tersebut dan Abu Sufyan berjanji akan memenuhi unta-unta mereka dengan anggur ketika tiba di Mekah.

          Tiga hari sudah veteran perang uhud mendirikan tenda, kini mereka kembali ke Madinah. Suasana madinah nampak ricuh. Orang-orang Munafiq mulai menebar isu-isu yang sangat memojokkan sahabat-sahabat yang terjun di perang Uhud . anak buah Ubay ibn Salul selau mengatakan, seandainya pasukan muslim berada kembali tentu mereka tidak akan menderita kekalahan yang memilukan itu. Hal ini membuat suasana kota terasa pengap dan rentan menimbulkan pertikaian saudara. Sayyidina Umar memohon izin pada baginda Nabi untuk mengusut penebar isu tersebut dan akan menghukum mereka yang terlibat di dalamnya. Keinginan sahabat Umar tidak dizinkan oleh Nabi, terpaksa ia harus menahan diri.

          Pada jum`at pertama setelah perang Uhud, kejadian tak nyaman mewarnai Khutbah Jum`at. Selma ini setiap Rasulullah hendak melakukan Jum`at, Ubay ibn Salul pasti akan ada di samping beliau sambil berkata. “inilah utusan Allah. Dengarkan kata-katanya dan taati perintahnya”. Namun Jum`at itu, ketika ia berdiri dan hendak melakukan memulai kata-katanya, salah seorang sahabat buru-buru menariknya dan membentak “Duduk kau musuh Alloh. Engkau tak layak disebut seorang mukmin setelah apa yang kau lakukan kemarin itu”. Ubay ibn Salul tersinggung, ia meninggalkan jama`ah. Di pintu Masjid, salah seorang sahabat mencegat dan menyuruhnya minta maaf pada pada baginda Nabi. Ia menolak dan berkata “Aku tidak akan meminta maaf padanya, sebaiknya ia yang meminta maaf padaku”.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar